Category Archives: Panggilan

MENJELANG MATAHARI TERBENAM

Malam itu mata sepertinya tidak mau kompromi untuk dipejamkan. Pikiran agak kacau. Agar bisa mengantuk, membaca adalah solusi yang paling gampang. Maka jadilah majalah Intisari dibaca dibawah sinar lampu baca di tempat tidur. Ketika itulah saya menjadi terkejut ketika memandang kerut-kerut pada tangan. ‘Menjadi tua’, itulah yang terlintas. Ini untuk ketiga kalinya keterkejutan meliputi diriku. Pertama, ketika membeli tiket masuk Sea-Wold di Dufan, Ancol, Jakarta. “Bapak bayar separuh saja karena sudah manula.” “Hah!” hanya itu yang spontan terlontarkan. Kedua, ketika menerima KTP seumur hidup. Yang ketiga, ketika memandang kerut-kerut kulit di malam itu. Terima kenyataan, tak tersangkalkan dan memang sudah 36 thn menjadi imam dalam Konggregasi MSF dan 45 thn hidup berkaul, sudah memasuki usia 66 thn. Baca lebih lanjut

“AINAN, SEKALI-SEKALI BUKAN YANG TERKECIL….”

MISI MSF DI ATAMBUA:

 

Satu tahun sudah kami ditugaskan untuk menjajaki tempat yang akan dilayani oleh MSF Kalimantan di wilayah paroki Kiupukan, keuskupan Atambua. Sesuai pembicaraan awal antar uskup Atambua dan Provinsial MSF, bahwa MSF Kalimantan menjajaki di wilayah bagian selatan dari paroki Kiupukan. Dalam penjajakan tersebut, ada beberapa tempat yang memungkinkan untuk membangun sebuah paroki. Baca lebih lanjut

FRATER MSF ‘IN ACTION’ DI UNIO SAMPIT

Setelah melakukan perjalanan cukup jauh dari Yogya melewati Banjarbaru – Palangkaraya, 18 Frater MSF tiba di unio Sampit untuk kegiatan Live In dan Aksi Panggilan mereka dari tanggal 13-19 Januari 2009. Baca lebih lanjut

Kupinta pada-Mu…., Tambahkah Satu Penuai, Please!

DI SUATU PAGI YANG DINGIN:

Ada Cerita Tentang Hidup dan Cinta.

oleh: Fr. Gebby Ama Ma’ing, MSF. Baca lebih lanjut

Maria dari La Salette

Pada suatu hari Sabtu siang, 19 September 1846, dua orang anak – Maximin Guiraud (berusia 11 tahun) dan Melanie Calvat (berusia 14 tahun) – sedang menggembalakan domba milik majikan mereka dekat La Salette di pegunungan Alpen, Perancis. Dampak Revolusi Perancis yang telah meneror Gereja, darah yang tertumpah sepanjang masa berkuasanya Napoleon, meningkatnya sekularisasi pemikiran masyarakat dan maraknya kekacauan politik yang menyelimuti Eropa telah mengakibatkan kerusakan serius atas iman masyarakat. Di paroki La Salette, sedikit dan semakin sedikit saja umat yang ikut ambil bagian dalam Misa Kudus dan sakramen-sakramen diacuhkan. Kutuk dan sumpah serapah menggantikan doa; kebejadan moral menggantikan kemurnian; ketamakan dan kesenangan diri menggantikan kesalehan dan matiraga.

Baca lebih lanjut

Perjalanan Hidup Mgr. P. Timang pr.

Mgr. DR. Petrus Boddeng Timang, Pr :

“MAMA, JIKA INI BUKAN JALAN HIDUP SAYA, SAYA PASTI KEMBALI”

 

Mgr. Petrus Timang dilahirkan di sebuah desa terpencil, Malakiri, tepatnya tanggal 7 Juli 1947. Keinginan menjadi Imam didahului semangat untuk bisa sekolah. Sekolah yang baik hanya ada di Rantepao, kira-kira 9 km dari desa saya. Beruntunglah bagi Mgr. Petrus Timang karena pada waktu itu Gereja Katolik (Misi) membuka Sekolah Rakyat Katolik, sehingga saya tak perlu lagi ke Rantepao untuk menempuh pendidikan Sekolah Dasar di sana.

Di Sekolah Rakyat Katolik itulah Mgr. Petrus Timang bersekolah hingga kelas VI. Di sekolah itu, 2 bulan sebelum tamat, Mgr. Petrus Timang dibaptis menjadi Katolik oleh P. Anton Godefrooy, CICM. Di situ pula, seorang guru bercerita tentang Sekolah Seminari, dengan impian “Orang akan menjadi pintar dan biaya sekolah sangat murah karena uang sekolah dan asrama ditanggung oleh Gereja.”

Hal itulah yang kemudian memberinya motivasi sehingga setelah tamat, Mgr. Petrus Timang bersama temannya yang bernama Paulus melanjutkan studi ke Seminari Santo Petrus Claver yang terletak di jalan Gagak, Makassar. Mgr. Petrus Timang dan Paulus adalah rombongan kedua dari desa mereka yang masuk Seminari.

Menjadi Imam adalah sesuatu yang terjadi tanpa planning, tetapi secara “kebetulan” – tumbuh dalam diri, terasah dan tertempa dari binaan selama dalam dunia pendidikan di seminari kecil itu. Pada akhirnya Imam adalah panggilan Mgr. Petrus Timang dan akan beliau teruskan sampai akhir hidupnya.

Berikut petikan wawancara wartawan HIDUP dengan Mgr. Petrus Timang tentang kehidupan masa kecil beliau hingga menjadi imam dan dipilih oleh Takhta Suci Vatikan sebagai Uskup Keuskupan Banjarmasin

  Baca lebih lanjut

Mengapa Menjadi Suster, Bruder atau Imam?

1. “Lowongan Pekerjaan Seumur Hidup”

“Dicari orang yang mau bekerja keras, mau tidak menikah, berkarir namun tak mendapat upah sebagai guide dan pelayan bagi orang-orang yang hilang, miskin, lapar dan berbeban berat karena tidak dapat menemukan Allah, tak dapat menemukan diri mereka sendiri, tak dapat pula menemukan cinta atau sesamanya. PEMILIK perusahaan akan melengkapi “most essential tools” (segala sesuatu yang paling penting dan diperlukan) untuk bisnis ini. Tetapi PELAMAR harus membawa persediaan energi: pengabdian, keceriaan, kecerdasan, dan keteguhan hati untuk berbagi dengan dunia yang hanya memiliki sedikit pengabdian, sedikit keceriaan, sedikit kecerdasan dan sedikit keteguhan dan ketulusan. Bayaran upahmu adalah dalam betuk rahmat-rahmat! Antar surat lamaranmu kepada: YESUS KRISTUS. Baca lebih lanjut

Tuhan Memberi Tumbuhan

Sekelumit Awal Misi MSF di Kalimantan dan Jawa
Mgr. W.J. Demarteau MSF

Dewasa ini di Indonesia seringkali diadakan peringatan awal karya misi di wilayah tertentu maupun kongregasi-kongregasi tertentu. Dalam hal itu MSF tidak sendirian karena

  • Tahun 1926 MSF mulai di Laham, dan
  • Tahun 1932 MSF mulai di Jawa Tengah

Dalam catatan sejarah  awal misi MSF di Indonesia ada juga catatan “pra-sejarah” yang menarik. Baca lebih lanjut

Imam-Imam Suam Kuku

Sambungan dari edisi yang lalu….

St. Theresa dari kanak-kanak Yesus tidak pernah melakukan suatu dosa berat, kita tahu semuanya dari surat kanonisasinya. Namun ia sendiri melihat bahwa ia sudah berada dekat jurang neraka, seandainya ia tidak cepat-cepat  keluar dari hidupnya yang “suam-suam kuku”. Banyak para santo-santa menasehatkan, agar kita memberi kemurahan  atau membuka hati terhadap Tuhan agar Ia mau datang kepada kita. Memang sepantasnya  kita mempunyai kepekaan atau kemurahan hati terhadap Tuhan namun Tuhan lebih mengharapkan kemurahan hati kita itu tertuju terhadap sesama kita. Kita harus mempunyai kemurahan hati kepada setiap orang “siapa yang telah diberi banyak maka ia juga dituntut untuk memberi banyak”  Namun ini tidak berarti bahwa kamu telah diberi sepuluh oleh Tuhan maka kamu juga hanya memberi sepuluh, kalau hal ini yang kamu lakukan, itu bukanlah kemurahan hati tapi hanya baru sampai dalam arti keadilan. Orang yang telah menyenangkan hati Tuhan adalah orang yang tidak hanya melakukan apa yang ia senangi tapi juga dalam hal yang mungkin tidak ia senangi, ia tidak hanya melihat orang-orang sempurna dan terhormat atau hanya dalam hal-hal yang besar namun juga dalam hal-hal yang sangat kecil, dialah yang sungguh-sungguh murah hati terhadap Tuhan dan tentu juga Tuhan akan memberi suatu hadiah yang sangat besar kepadanya. Ia telah membagikan kemurahan hatinya tidak hanya kepada orang yang ia sayangi atau hanya kepada orang yang menyayanginya tapi juga kepada orang yang membencinya. Ia menjadi sumber rahmat atau berkat bagi orang-orang disekitarnya, ia tidak hanya memberikan hiburan agar tetap tabah atau bertahan dalam menerima cobaan tapi ia akan lebih memberikan perhatian khusus, ia akan membuat sesuatu yang bisa membuat anggota keluarga merasa dikuatkan dalam keseharian mereka dan hal yang paling penting ia menjadi benteng dari setiap serangan setan. “Jika kamu mengasihi Tuhan maka kamu juga harus mengasihi orang-orang yang ada disekitarmu”. Tuhan akan mengasihi kamu sama seperti kamu mengasihi sesamamu. Jika kamu kikir untuk memberikan sesuatu yang lebih kepada orang lain maka dengan kata lain tangan dan hatimu telah menggiring kamu kedalam kedosaan. Jika hal ini kamu lakukan juga terhadap Tuhan maka bersiaplah untuk menerima hukuman. ”Semua ukuran yang kamu pakai untuk membantu atau menolong orang lain itu juga yang dipakai Tuhan untuk memberikan rahmat-Nya kepadamu.

Tuhan telah berjanji akan memberikan rahmat kemurahan hati-Nya, tidak hanya kepada kamu tapi juga kepada seluruh dunia. Tuhan memberikan kemurahan hati-Nya kepada yang memang sungguh-sungguh memerlukan khusunya untuk menopang agar mereka sanggup menanggung beban hidupnya. Namun kamu terlalu banyak permintaan dan keluhan sehingga Tuhan tidak akan memberikan rahmat-Nya kepada kamu. Tuhan sekali lagi akan mencurahkan rahmat kemurahan hati-Nya hanya kepada orang-orang yang mempunyai kemurahan hati kepada sesamanya dan tentunya kemurahan hati terhadap Tuhan. Bila kamu tidak melakukan sesuatu terhadap sesamamu dan terhadap Tuhan maka bersiaplah untuk untuk menghadapi serangan setan dan kamu akan jatuh ke dalam dosa yang sangat berat.

Ketika seorang pandai besi membuat sebuah pisau, ia akan membakar besinya sampai sungguh-sungguh menjadi merah kemudian akan membentuknya menjadi sebuah pisau. Ia akan terus berusaha agar besinya dalam keadaan merah membara oleh karena itu, ia akan terus membakar dan membakar tanpa pernah memberikan kesempatan besinya menjadi dingin. Jika besi dalam keadaan dingin atau baru setengah panas akan sangat mustahil untuk membentuknya menjadi sebuah pisau. Bayangkanlah dirimu seperti seorang pandai besi bila ingin melakukan kemurahan hati terhadap sesamamu atau kepada Tuhan. Kamu tidak bisa melakukannya hanya dalam keadaan “suam-suam kuku” karena akan menjadi sia-sia  belaka.
Kalau kamu besok pagi akan mengadakan perjalanan, maka pada malam harinya kamu akan menyiapkan segala sesuatu dan tentu saja dengan tidur yang cukup agar besok pagi bisa bangun lebih cepat, agar kamu tidak ketinggalan atau ditegur oleh teman-temanmu karena kamu terlambat. Seperti itulah yang harus kamu lakukan setiap hari agar kamu tidak menjadi orang “suam-suam kuku”. Jadilah orang yang siap-siap sedia dan bukan menjadi batu sandungan bagi orang lain melainkan harus menjadi sumber suka-cita atau kebahagiaan khususnya untuk orang-orang disekitarmu. Amin.
(Diambil dari buku Le Prêtre  : Oleh P. Ionday MSF, Socius Seminari Johaninum MSF Banjarbaru)

Sejenak Bangkit Mengambil Gerakan

(Merenung Bersama)

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa keprihatinan akan minim bahkan matinya panggilan di Eropa, juga mulai dirasakan di Indonesia. Di Indonesia sendiri, beberapa seminari terkenal sudah bersiap-siap mencari strategi baru dengan menjadikan SMA seminari sebagai sekolah “gado-gado” alias campuran. Memang data akurat mengenai prosentase yang masuk seminari sebagai seorang calon imam tidak dimiliki, namun hal ini tidak mengurangi nurani keprihatinan kita akan semakin berkurangnya panggilan sebagai imam, suster, bruder dan frater kekal.

Keprihatinan yang sama juga dialami dan dirasakan oleh Tarekat MSF Provinsi Kalimantan akan minimnya panggilan di bumi Kalimantan tempat MSF Provinsi Kalimantan berkarya. Keprihatinan MSF Provinsi Kalimantan kiranya sudah setua misi awal MSF di bumi Borneo.

Kita tidak perlu mencari penyebab semakin berkurangnya panggilan untuk menjalani kehidupan secara khusus, tidak perlu mempersalahkan arus globalisasi yang mengancam sekaligus meninabobokan Kaum Muda Katolik, tidak perlu mempersalahkan keluarga-keluarga kristiani yang tidak rela mempersembahkan putera-puterinya untuk menjalani kehidupan sebagai biarawan/biarawati. Tidak perlu menuding kaum berjubah yang kurang memberi kesaksian hidup sebagai orang-orang yang terpanggil.

Adalah lebih baik, saatnya kita sebagai satu Gereja-satu rekan kerja MSF Provinsi Kalimantan bangkit dari keprihatinan dan mengambil sebuah gerakan bersama untuk menghidupkan kembali semangat panggilan menjadi imam, bruder, suster dan frater kekal di bumi Kalimantan.

Gerak Langkah Bersama

Dalam pekan MSF Kalimantan yang baru saja dilaksanakan pada tanggal 19-25 September 2007 dengan narasumber Rm. Triatmaka, MSF, dibicarakan banyak hal mengenai keprihatinan akan kurangnya panggilan menjadi imam, suster, bruder dan frater kekal, secara khusus menjadi calon imam dan bruder MSF. Di samping itu juga dibicarakan daya upaya dan strategi dalam menjaring panggilan.

Berbagai persoalan diangkat termasuk latar belakang pemikiran dan budaya Kalimantan berkaitan dengan pemahaman hidup selibat. Namun menjadi pertanyaan, apakah kita sebagai MSF Provinsi Kalimantan hanya berhenti dan mengikuti pola pikir budaya Kalimantan atau mencari sebuah terobosan baru sebagai gerak bersama yang kiranya menjadi daya tarik tersendiri bagi Kaum Muda Katolik dan keluarga-keluarga Kristiani di bumi Kalimantan?

Dalam kerangka ini, kita hendaknya kembali melihat gerak langkah kesaksian hidup para Misionaris MSF awal yang berkarya di bumi Kalimantan, yang paling tidak telah melahirkan imam, suster maupun bruder pribumi. Saya rasa pola hidup dan gaya pastoral para pendahulu kita pada zaman lampau dapat kita jadikan pijakan dan pola pastoral kita dengan gaya yang berbeda sesuai dengan konteks hidup zaman sekarang.

Cara promosi panggilan melalui sharing dan membuka stan panggilan serta kunjungan keluarga memang penting. Namun kiranya selain cara ini, kita perlu mencari cara lain yang efektif dan menarik sebagai program dan gerakan bersama sebagai satu Tarekat MSF Provinsi Kalimantan.

Cara lain itu dapat kita tempuh dalam karya pastoral:

· Live in. Perlunya partisipasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan selama beberapa hari bersama kaum lemah, miskin dan tersingkirkan. Kiranya model ini yang masih sulit kita terapkan. Dalam live in kiranya kita memperlu mempraktekan kerja tangan sebagaimana yang disuarakan oleh Pater Pendiri; “kerja tangan tidak mengotori tangan seorang religiuspun”. Dalam model ini kiranya kita perlu belajar pada tarekat lain seperti SJ dan CSsR.

Semoga keprihatinan yang kita alami bersama, tidak membuat kita terlena, tetapi marilah kita bangkit, bergerak bersama mulai dari sekarang untuk menebarkan jala agar menghasilkan penjala-penjala manusia yang baru bagi Gereja. Semoga dalam setiap derap langkah pelayanan pastoral, kita selalu ingat akan Sabda Tuhan; “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit” (Luk 10:2). Kesaksian hidup kita dalam kegembiraan akan cara hidup yang kita jalani mampu menjadi penerang bagi Kaum Muda Katolik dan keluarga-keluarga kristiani untuk melihat secara lebih jelas “indahnya” hidup sebagai seorang imam sekaligus religius.

Diakon Kopong Tuan MSF